Monday 22 December 2014

Confession of a Daughter

Barang kali hari ini adalah momen yang tepat untukku mencurahkan rasa terima kasih kepada engkau, wanita yang tak kenal lelah merawatku hingga mampu ku tapaki kehidupan yang kini tengah ku jalani.
Barang kali pula beberapa orang--mungkin termasuk diriku--berpikir mengapa hanya di hari ini semua orang baru sibuk menyebarkan foto mereka bersama ibunya disertai kata-kata mutiara yang mereka ciptakan sendiri untuk mengucapkan rasa sayangnya?

Ah sudahlah, toh yang penting rasa sayang itu tidak berkobar hanya pada tanggal dua puluh dua. 

Dari Abu Hurairah r.a., beliau berkata, "Seorang sahabat bertanya kepada Rosulullah SAW, 'Ya Rosul, kepada siapa aku harus berbakti pertama kali?' Rosulullah menjawab, 'Ibumu'. Orang tersebut kembali bertanya, 'Kemudian kepada siapa Ya Rosul?' Rosul kembali menjawab, 'Ibumu'. Dan orang itu bertanya lagi, 'Lalu kepada siapa lagi?' Untuk ketiga kalinya, Rosulullah SAW menjawab, 'Ibumu'. Pada pertanyaan keempat, baru kemudian Rosul menjawab berbeda, 'Ayahmu'." (H.R. Bukhari dan Muslim)

Ibu... Aku sudah lama mengetahui hadits yang menerangkan bahwa engkau adalah yang utama untuk aku patuhi. Bahkan dalam Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 83 pun disebutkan engkaulah yang harus aku taati setelah perintah untuk mengesakan Allah dan Rosul-Nya. Sungguh Allah SWT sangat memuliakanmu, memberikanmu kedudukan yang begitu berharga dihadapan-Nya.

Namun, ibu.... Anakmu ini telah banyak mengetahui tapi tak jarang aku lalai dengan perintah untuk menaatimu. Bahkan terkadang aku terlalu sibuk dengan duniaku, terlalu sibuk belajar, bermain bersama teman, berorganisasi, dan untuk sekedar menelepon pun aku tak sempat. Sedangkan, Ibu terus memikirkanku, menunggu kabar untuk sekedar tahu keadaanku. 

Ibu.... Anakmu ini sebenarnya mengerti arti celotehanmu itu adalah bentuk rasa khawatirmu kepadaku. Namun, aku sering menganggap itu adalah hal yang berlebihan dan tak perlu dicemaskan. Mendengarmu terus melontarkan nasihat yang sama, kadang membuatku gusar. Bahkan aku sempat berpikir, apa mungkin ibu tidak memercayaiku untuk tidak melakukan kesalahan yang sama hingga tak hentinya ibu menasihatiku hingga ku lelah mendengarnya?

Ibu.... Aku terkadang merasa terganggu dengan keinginanmu untuk mengetahui segala detail kegiatanku, bahkan dengan kehidupan pribadiku. Engkau mengatakan jika memang engkau harus tahu segalanya tentang diriku. Namun, sungguh aku masih malu untuk menceritakan segala hal pribadiku kepadamu.

Ibu.... Aku ini memang lemah, sedikit saja kau memarahiku, emosiku langsung memuncak. Namun, aku tak bisa mengekspresikan rasa marahku kepadamu, diam adalah senjataku. Tapi, dengan diamku ini malah membuatmu menjadi sakit hati. 

Tak sedikit yang ingin aku sampaikan kepadamu karena begitu lama aku hidup di bawah naungan kasih sayangmu. Maafkan aku ibu, yang sering menyalahartikan makna cintamu kepadaku. Engkau yang telah mengajarkanku hidup rumasa. Engkau menjelaskan mengapa kita perlu hidup secara prihatin dan tak usah neko-neko. Engkau menceritakan masa-masa sulitmu dulu untuk menjalani pendidikan. Hingga akhirnya engkau menjadi seorang Ibu cerdas yang mendidikku sampai aku mampu menempuh pendidikan dengan lancar tanpa hambatan.

Aku yang bukan lagi anak kecil, lambat laun mengerti akan arti celotehanmu yang kini telah ku anggap sebagai nasihat terbaik bagi masa depanku. 
Aku yang sudah banyak belajar, kini telah memahami arti keingintahuanmu yang ku anggap sebagai bentuk kepedulianmu terhadap setiap kegiatanku. 
Aku yang tengah tumbuh dewasa, kini mengerti bahwa sesungguhnya kau tak pernah marah kepadaku. Setiap ucapanmu adalah bentuk kewibawaanmu agar aku selalu terjaga dari segala hal yang dapat menjatuhkanku.

Hingga akhirnya aku mampu mengikuti segala nasihatmu, bahkan hingga kebiasaanmu. Tak heran, jikalau aku memiliki sifat yang mirip denganmu, Ibu. Aku bisa melihat sesuatu secara holistik, detail, dan hampir perfeksionis dalam mengerjakan sesuatu. Yah, sepertimu Bu. Aku bangga bisa mewariskan itu karena engkau adalah wanita terhebat di mataku.
Setiap doa yang kau tuturkan, setiap langkah yang kau ambil, dan setiap kata yang kau ucap adalah kasih sayang yang mengalir dalam darahku dan menjadi irama dalam setiap hembusan napasku.

Ibu.... Maafkan anakmu, yang seringkali hanya mendengar nasihatmu, namun tak kunjung aku lakukan. Maafkan anakmu, yang pernah membuatmu merasa tak dihormati dan tersakiti. Maafkan anakmu, yang belum bisa mewujudkan mimpi-mimpi untuk membuatmu bangga, yah bangga memiliki anak seperti diriku.

Ibu... Ibu harus tahu kalau aku sangat menyangimu karena Allah SWT. Ibu tahu kenapa? Karena Allah telah menitipkan sifat Ar-rahman dan Ar-rahim Nya kepada malaikat terbaik dalam hidupku, yaitu ibu. Yah, kepada ibu yang selama ini kusebut MAMA.

http://iqraa.com/MediaStorage/images/news%20images/Muslim-single-mum.jpg